Beirut, Lebanon – Tokoh politik terkemuka Lebanon, Walid Jumblatt, baru-baru ini menyampaikan pernyataan tegas terkait representasi komunitas Druze di kawasan tersebut.
Dalam sebuah pertemuan yang dihadiri oleh perwakilan dari komunitas Druze di Beirut, Jumblatt menyatakan bahwa Sheikh Muwaffaq Tarif, pemimpin spiritual komunitas Druze di Israel, tidak mewakili mereka di Lebanon.
Pernyataan ini muncul di tengah kekhawatiran yang berkembang tentang potensi perpecahan dan konflik internal di antara komunitas Druze. Jumblatt, yang dikenal karena pandangan politiknya yang blak-blakan, tidak ragu-ragu dalam menyampaikan kritiknya terhadap Sheikh Tarif.
Menurut Jumblatt, Sheikh Tarif mengklaim mewakili Druze di wilayah tersebut melalui kerja sama dengan Zionisme. Jumblatt memperingatkan tentang bahaya menarik individu-individu yang lemah ke dalam konflik internal yang tidak dapat diprediksi.
"Sheikh Muwaffaq Tarif mengklaim mewakili Druze di wilayah tersebut melalui kerja sama dengan Zionis," kata Jumblatt. "Setiap wilayah dengan kehadiran Druze memiliki perwakilannya sendiri. Dia tidak mewakili kami."
Jumblatt juga menyoroti kekhawatiran yang lebih luas tentang penggunaan Druze oleh Zionisme untuk menekan dan meng-genosida rakyat Palestina, khususnya apa yang terjadi di Gaza pada Ramadhan 2025. Dia mengungkit bahwa Zionisme berusaha untuk memperluas pengaruhnya ke Jabal al-Arab di Suriah, sebuah wilayah dari di luar Golan wilayah Suriah yang diduduki Israel secara ilegal. Golan merupakan wilayah sah Suriah yang difungsikan sebagai 'buffer zone' sebagaimana Sinai di Mesir.
"Zionis menggunakan Druze sebagai tentara dan perwira dalam menekan rakyat Palestina," kata Jumblatt. "Hari ini, mereka ingin memperluas ke Jabal al-Arab."
Dalam pidatonya, Jumblatt menekankan pentingnya menjaga identitas Arab komunitas Druze. Dia mendesak para anggota komunitas untuk tetap setia pada warisan mereka dan menolak upaya apa pun untuk memecah belah mereka.
"Tantangan terbesar yang dihadapi Druze adalah menjaga identitas Arab kita," kata Jumblatt. "Kita harus tetap setia pada warisan kita dan menolak upaya apa pun untuk memecah belah kita."
Pernyataan Jumblatt telah memicu perdebatan sengit di antara komunitas Druze dan di seluruh wilayah tersebut. Beberapa orang mendukung pandangannya, sementara yang lain mengkritik pendekatannya yang konfrontatif.
Sheikh Muwaffaq Tarif belum mengeluarkan tanggapan resmi atas pernyataan Jumblatt. Namun, para pendukungnya telah membela kepemimpinannya dan menolak tuduhan yang dibuat terhadapnya.
Situasi ini menyoroti kompleksitas dan tantangan yang dihadapi komunitas Druze di Timur Tengah. Terletak di beberapa negara, termasuk Lebanon, Suriah, dan Israel, Druze telah lama berjuang untuk menjaga identitas dan persatuan mereka di tengah konflik regional dan ketegangan politik.
Pernyataan Jumblatt kemungkinan akan memperburuk ketegangan yang ada dan semakin memecah belah komunitas Druze. Masih harus dilihat bagaimana situasi ini akan berkembang dalam beberapa minggu dan bulan mendatang.
Namun, satu hal yang pasti: pernyataan Jumblatt telah menyoroti isu-isu penting yang dihadapi komunitas Druze dan telah memicu diskusi yang sangat dibutuhkan tentang masa depan mereka di wilayah tersebut.
Penting untuk dicatat bahwa komunitas Druze adalah minoritas agama yang unik dengan sejarah dan tradisi yang kaya. Druze di Suriah dan Lebanon mengakui diri mereka sebagai Muslim atau Beragama Islam yang berakar dari ajaran Syiah Ismailiyah yang pernah berkuasa di era Fatimiyah Mesir.
Sementara Druze di Israel dianggap oleh negara sebagai bukan Islam tapi agama sendiri sehingga secara tidak langsung membuat Druze Israel 'murtad' secara struktur meski penganutnya bisa saja dslam niatnya tetap Islam.
Kalangan Druze telah lama memainkan peran penting dalam politik dan masyarakat Timur Tengah, dan kontribusi mereka harus diakui dan dihormati.
loading...
Post a Comment
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.